GUSTI NOEROEL

GUSTI NOEROEL 🌷

De Bloem van Mangkunegaran 

Kembang Mangkunegaran

Kecantikan dan kecerdasan salah satu puteri dari Istana Mangkunegaran yang bernama Gusti Noeroel ini terkenal sampai ke Negeri Belanda sehingga Ratu Wilhelmina menjulukinya sebagai De Bloem van Mangkunegaran atau Kembang dari Mangkunegaran. Gusti Noeroel terlahir dengan nama lengkap Gusti Raden Ayu Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Kusumawardhani yang dilahirkan di Istana Mangkunegaran pada 17 September 1921, adalah puteri dari K.G.P.A.A. Mangkunegara VII dengan permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Timoer, yang merupakan putri dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII dari Kasultanan Yogyakarta. Jadi Gusti Noeroel adalah cucu dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Darah bangsawan dari dua Kerajaan besar di Jawa mengalir di dalam diri Gusti Noeroel.

Sejak remaja Gusti Noeroel sudah aktif di bidang kegiatan sosial, selain itu dia juga memiliki kemampuan menari dan pengetahuan dalam bidang sastra.

Pada tahun 1936 saat masih berusia 15 tahun, Gusti Noeroel diundang Ratu Wilhelmina ke Kerajaan Belanda untuk memeriahkan pesta pernikahan Puteri Juliana dengan Pangeran Bernard.

Di sebuah ruangan yang megah, Gusti Noeroel menari tanpa diiringi alunan gamelan di dalam Istana Kerajaan Belanda.

Tetapi gamelan dimainkan dari Pura Mangkunegaran yang dipancarkan secara langsung ke Belanda melalui Solosche Radio Vereeniging ( SRV ), merupakan stasiun radio yang dirintis oleh Gusti Noeroel. 

Suara gamelan sempat terputus. Berkat bimbingan dari ibundanya, akhirnya Gusti Noeroel mampu menyelesaikan tariannya dengan sempurna meski dengan suara gamelan yang putus-putus.

Solosche Radio Vereeniging (SRV) merupakan stasiun radio pertama di Indonesia, yang menjadi cikal bakal Radio Republik Indonesia (RRI).

Dalam sejumlah catatan sejarah, Gusti Noeroel juga memberikan sumbangsih pemikiran yang sangat penting di masa pergolakan fisik pasca kemerdekaan, terutama di Solo dan sekitarnya.

Karenanya tak heran jika Ratu Wilhelmina dari Belanda memberinya julukan "De Bloem van Mangkunegaran" karena terkesima dengan kecantikan dan kecerdasannya.

Selain itu dia juga terkenal sebagai seorang puteri yang mahir bermain tenis dan juga berkuda. Melihat hobi berkuda Sang Putri kemudian Ayahnya mengimpor beberapa kuda dari Australia demi hobi Sang Putri yang terbilang cukup ekstrim di masanya apalagi dilakukan oleh seorang wanita ningrat seperti Gusti Noeroel.

Ketika berkuda di lingkungan istana Mangkunegaran, ratusan pemuda Solo bahkan rela berdesak desakan demi bisa melihat secara langsung paras cantik Gusti Noeroel.

Meskipun dibesarkan di dalam lingkungan istana, Gusti Noeroel lebih memilih hidup dengan pemikiran yang melampaui zamannya.

Dia menentang keras praktik poligami dan perjodohan, karena itu saat Bung Karno melamarnya, ia dengan tegas menolaknya meski lamaran tersebut tidak disampaikan secara langsung oleh Bung Karno tetapi melalui Ibu Hartini, Istri Bung Karno.

Termasuk lamaran dari beberapa tokoh nasional yang lain seperti Sutan Syahrir dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Bahkan dia juga menolak lamaran dari Pangeran Djati Kusumo (KSAD pertama) yang tidak lain merupakan Putera dari Susuhunan Paku Buwono X.

Melalui orang dekatnya, Gusti Noeroel akhirnya mengetahui bahwa Bung Karno sebenarnya menaruh hati padanya.

Bung Karno kemudian mengundang Gusti Noeroel dan ibundanya dalam sebuah jamuan santap siang di istana Cipanas, Bogor, Jawa Barat.

Ia menerima undangan itu dengan ditemani sang ibu, Gusti Kanjeng Ratu Timoer. Bung Karno pun mengajaknya berjalan - jalan berdua mengelilingi ruangan istana, melihat - lihat koleksi lukisan yang terpasang di dinding istana.

“Di istana aku sempat melihat lukisan pemandangan bersama Presiden Sukarno,” tuturnya.

Di kala itulah Bung Karno meminta Basuki Abdullah untuk melukis wajah Gusti Noeroel. Lukisan Basuki Abdulah ini cukup terkenal karena di dalam lukisan tersebut Gusti Noeroel dilukis seperti mengenakan busana seorang Putri dari Tiong Hoa pada hal ketika dilukis Gusti Noeroel mengenakan baju kebaya Jawa.

“Setelah selesai lukisan tersebut dipasang di ruang kerja Presiden Soekarno di Istana Cipanas,” ungkap Gusti Noeroel.

Setelah melalui berbagai pendekatan, Gusti Noeroel mengatakan bila seandainya Bung Karno melamar dirinya, ia pasti akan menolaknya.

Alasannya sama seperti saat ia menolak pinangan Sutan Syahrir. “Sebagai tokoh Partai Sosialis Indonesia, ia (Syahrir) tidak mungkin menikah dengan putri bangsawan yang dianggap feodal,” kata Gusti Noeroel.

Hal yang sama juga akan ia utarakan apabila Bung Karno jadi melamarnya. “Sebagai tokoh PNI, tak mungkin ia menikah denganku,” tuturnya.

Penolakannya terhadap Bung Karno bukan semata - mata karena alasan ideologi, namun, karena ia sangat tidak setuju dengan praktik poligami.

Saat itu Bung Karno sudah menjadi suami dari Ibu Fatmawati dan Ibu Hartini . Ia juga bercerita bahwa selain dirinya, lamaran Bung Karno ternyata juga pernah ditolak oleh penyanyi senior Ivo Nilakrisna (ibunda aktris Astrid Ivo) dan juga aktris senior Aminah Cendrakasih.

Pada akhirnya Gusti Noeroel memilih menikah dengan seorang tentara berpangkat kolonel, bernama Raden Mas Soerjo Soejarso di Surakarta pada tahun 1951.

Konon laki - laki inilah yang benar - benar mampu memikat hatinya meski pria pilihannya seorang duda beranak satu.

Ia rela meninggalkan kompleks Istana Mangkunegaran yang megah dan mewah demi mengikuti tugas suaminya dan tinggal di sebuah rumah dinas di Jakarta.

Mereka tinggal bertiga, Gusti Noeroel, suaminya, dan anak laki - laki dari suaminya yang berumur 8 tahun bernama Soelarso Basarah.

"Jika ditanya soal luas halaman dan besar bangunan rumah dinasku, sama sekali tidak seberapa dibandingkan dengan Pura Mangkunegaran, tapi aku merasakan kedamaian dan kebebasan sejati di sini," ucap Gusti Noeroel.

Ia mengaku begitu beruntung mendapat suami Mas Jarso, panggilan Gusti Noeroel kepada pujaan hatinya, alasannya karena Mas Jarso tidak rewel apalagi soal makanan.

Dia juga merasa nyaman dengan lingkungan barunya dan mulai menikmati hidup menjadi rakyat biasa.

"Aku mulai mengenal ruang lingkup pekerjaan suami dan sebagai isteri tentara, aku aktif mengikuti organisasi isteri tentara."

Aku begitu menikmati kegiatan baru ini, aku diperlakukan sama seperti isteri prajurit lainnya.

Tidak ada lagi yang memanggilku Gusti, yang ada hanya ibu, jeng atau mbakyu," kata Gusti Noeroel.

Gusti Noeroel mengungkapkan suaminya adalah seorang muslim yang taat beribadah, sementara ia kental dengan budaya jawa yang ditanamkan di istana sejak ia kecil.

"Tahun 1998 aku mendapat anugerah Citra Wanita Pembangunan Indonesia dari Menteri Negara Urusan Peranan Wanita RI, Ibu Mien Sugandi."

Penghargaan ini aku berikan pada keluargaku, sebagai Wanita Jawa tentu aku mengutamakan bakti pada keluarga," tutup Gusti Noeroel.

Gusti Noeroel tutup usia pada Hari Selasa, Tanggal 10 November 2015 pukul 08.20 WIB di RS Borromeus Bandung dalam usia 94 tahun dengan meninggalkan 7 orang anak, 14 cucu dan 1 cicit, kemudian jenazahnya dimakamkan di Solo.

Inilah pesan singkat dari Gusti Noeroel kepada kaum perempuan agar mereka jangan pernah mau dimadu, "meskipun suamimu tinggal di kolong jembatan isteri harus selalu ikut, jika kamu memiliki rumah sendiri, saudara perempuanmu tidak boleh ikut tinggal bersamamu!"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAUFAN SOEKARNOPUTRA

PRABOWO SUBIANTO