WILLEM L. OLTMANS

Voor Wim Oltmans, met mijn besten dank, Soekarno, 4/9 '57 (part 1)


"Bent U Nederlander?" tanya Presiden Soekarno pertama kalinya tatkala berada di Roma kepada jurnalis Belanda, Willem Leonard Oltmans (1925-2004) . Wim tak pernah terpikir bahwa jalan hidupnya akan penuh warna setelah ia berjumpa Presiden Soekarno di Roma, 1956. Ditengah ketegangan hubungan Indonesia dengan Belanda akibat perselisihan tentang Papua, Presiden Soekarno melawat ke Italia. Ini merupakan momen pertama kali dalam hidup sang presiden menjejakkan kaki di tanah Eropa. 


Menteri Luar Negeri Belanda Joseph Luns melalui Duta Besar Belanda untuk Italia Hendrik Nicolaas Boon memprotes Pemerintah Italia atas kunjungan ini. Karena tekanan Pemerintah Belanda, tidak ada liputan tentang lawatan beliau ke Eropa di media negeri kincir angin tersebut. 'De Telegraaf' menolak ide Wim untuk mewawancarai Soekarno. Akhirnya ia menghubungi Agence France-Presse (AFP), yang setuju dengan upaya Wim tersebut. Disaat itu dia tidak menyadari bahwa ada larangan dari pemerintahnya untuk meliput kunjungan sang proklamator. Berkat kontak beliau dengan Duta Besar RI untuk Italia, Sutan M. Rasjid, Soekarno mengajaknya ikut dalam rombongan kepresidenan berkeliling Italia dilanjutkan dengan kunjungan resmi ke Jerman Barat.


Pemberitaan Wim tentang sosok Soekarno dari sisi yang berbeda dengan image beliau di Belanda rupanya cukup membuat pemerintahnya tak berkenan. Dengan berbagai cara, mereka berhasil mengintimidasi media Belanda untuk tidak mempekerjakan Wim. Ia akhirnya dipecat sebagai koresponden harian 'De Telegraaf' di Italia. Mulai dari tahun 1956 inilah Wim menjadi 'persona non grata' oleh pemerintahnya sendiri.


Kenyataan bahwa ia mulai tak disukai pemerintahnya sendiri membuat Wim pantang mundur. Ia justru berkunjung ke Indonesia di akhir tahun 1956. Negeri ini tidaklah asing bagi keluarga besar Oltmans. Kakek buyut Wim, Alexander Oltmans (1835-1896) adalah petinggi dari Nederlands Indische Spoorwagen Maatschappij (NISM) dan Semarang Joana Stroomtram Maatschappij yang meninggal di Semarang. Kakeknya yang bernama sama, Willem Oltmans (1870-1935) kelahiran Semarang, demikian juga ayahnya, Antonie Cornelis Oltmans (1894-1966). 


Soekarno saat itu sedang meninjau pasukan Garuda 1 yang hendak diberangkatkan ke Mesir, ia melihat Oltmans ada diantara kerumunan massa. "Wim.. Wim.. Apa yang kau lakukan disini, Wim? Kapan kau datang? Nanti malam ada acara apa? Ikut aku, kami mau menonton film malam ini.." Wim saat itu berusia 31 tahun, baru 3 tahun menjadi wartawan. Ia cukup tersanjung dengan ajakan hangat presiden untuk menghabiskan malam tahun baru 1957 di istana dengan menonton film bersama. Setelah perjumpaan di istana, Soekarno kemudian mengajaknya keliling Indonesia selama 9 bulan.


Di tahun 1957 inilah Wim mengambil langkah lebih jauh lagi. Ia bersama 400 orang lain menandatangani petisi yang dikirim dari Jakarta, ditujukan kepada Staten Generaal der Nederlanden di Den Haag (badan legislatif bikameral Belanda). Petisi yang berisi tentang tuntutan pengembalian Papua ke Indonesia, membuat Wim dicap sebagai pengkhianat di Belanda.


Sementara itu dalam salah satu rangkaian kunjungan Soekarno ke Banjarmasin, presiden berkata kepada Wim, "Tahukah engkau, jika Gubernur disini, Milono, adalah teman sekolah ayahmu di HBS Semarang?". Perjumpaan Wim dengan Raden Tumenggung Ario Milono membawa Wim ke masa lalu ayahnya di Semarang. Rupanya Milono muda adalah teman sekamar ayahanda Wim ketika tinggal bersama keluarga Tielenius Kruythoff di Semarang. Ketika ia kembali ke Belanda, Wim menceritakan perjumpaannya dengan Gubernur Milono kepada ayahnya. Sang ayah kemudian mengajaknya ke ruang kerja dan memperlihatkan sebilah keris yang terbuat dari emas. 


Saat masa liburan HBS tiba, Milono mengajak ayah Wim untuk berlibur di rumahnya. Kakek Wim pun memberikan izin. Kala itu ayahanda Milono adalah seorang bupati di Jawa Tengah pada awal 1900an. Ketika liburan selesai, sang bupati memanggil Milono dan ayah Wim. Setelah memberikan restu atas pertemanan dua orang yang berbeda ras tersebut, ayahanda Milono memberikan masing-masing sebilah keris emas sebagai 'djimat'. Ayah Wim berkata, "Wim, aku selalu menjaga keris ini. Ketika aku belajar Teknik Kimia di Delft dan kemudian meraih gelar Meester in de Rechten dari Utrecht, aku selalu membawa 'djimat' ini setiap kali ujian. Aku tidak pernah sekalipun mengulang ujian..."


Tulisan Wim tentang Soekarno dan Papua rupanya dianggap menarik oleh Rijkens Group. Kelompok yang patron-nya adalah Prins Bernhard ini terdiri antara lain oleh Paul Rijkens (Unilever), Koos Scholtens (Shell) dan Emile van Konijnenberg (KLM). Rijkens Group beranggapan bahwa Papua harus dikembalikan secara damai ke Indonesia. Anggapan ini berseberangan dengan kebijakan politik Pemerintah Belanda, yang menganggap bahwa Papua bukan milik Indonesia.


Sosok van Konijnenberg ini ialah sahabat karib Soekarno. Dia pernah menjabat sebagai Direktur Utama pertama Garuda Indonesia, yang di lingkungan Soekarno akrab dipanggil dengan 'Pak Kelintji' (konijn dalam bahasa Belanda artinya adalah kelintji). Figur Pak Kelintji ini jugalah yang pernah menolong Kapolri Jenderal Hoegeng dengan memberikan bagasi gratis. Saat itu Hoegeng kelebihan beban bagasi ketika hendak kembali dari Belanda menuju Indonesia dengan menggunakan KLM.


Setelah Wim beremigasi ke Amerika  Serikat di tahun 1958, ia mulai didekati oleh Pak Kelintji untuk aktif bersama Rijkens Group tersebut. Beberapa tahun kemudian, pemerintahan Eisenhower yang kurang bersahabat dengan Soekarno berakhir pada 20 Januari 1961. Penggganti Eisenhower adalah John Fitzgerald Kennedy (JFK) dari Partai Demokrat, yang kemudian dikenal akrab dengan Soekarno. (bersambung ke part 2)


Note : part 2 ada disini ya.. 


https://www.facebook.com/groups/indonesiatempodoeloe/permalink/10158953759773104/


📖

- Mijn Vriend Soekarno. Willem Oltmans,1995.

- Genealogische stamboom van de Familie Oltmans, www.semarang.nl

- Stamboom van der Woude, www.vdwoude.eu 

- "Tell me who your friends are..." Willem Oltmans, 2002

- Harian 'De Nieuwsgier', terbitan 27 April 1951

- Hoegeng, Polisi : Idaman & Kenyataan. Abrar Yusra & Ramadhan K.H., 1993.


🎞

- Potret Soekarno berpakaian resmi, fotografer : Nikola Drakulic

- Potret Willem L. Oltmans, koleksi : Spaarnestad/nationaal archief.


Voor Wim Oltmans, met mijn besten dank, Soekarno, 4/9 '57 (part 2)


Wim mengambil inisiatif. Kebetulan ia mengenal Penasehat Keamanan JFK, Walt Whitman Rostow. Melalui kontaknya dengan Rostow, ia memberikan 12 lembar memorandum tentang Indonesia. Dengan gamblang ia menjelaskan bahwa akibat dari kebijakan menolak negosiasi tentang Papua oleh Perdana Menteri Jan de Quay dan Menteri Luar Negeri Joseph Luns, kekuatan komunis meningkat di Indonesia. Ia juga menyatakan bahwa isu Papua ini akan meledak. Selain itu Wim menjelaskan keberadaan Rijkens Group ini kepada Rostow. White House sebaiknya mengontak Prins Bernhard dalam kedudukannya sebagai patron group ini.


Lewat perantara pengacara Amerika, Henry G. Walter, Prins Bernhard memberikan Rostow sebuah proposal. Isinya adalah pandangan sang pangeran bahwa Belanda harus keluar dari Papua dan berkonsentrasi di Eropa. Selain itu ia juga menjelaskan bahwa halangan terbesar ada di Menteri Luar Negeri Luns, yang menurut beliau diselimuti oleh dendam pribadi terhadap Indonesia.


Diplomat Amerika Ellsworth Bunker kemudian memimpin pembicaraan resmi tentang Papua antara Indonesia dan Belanda. Pada Agustus 1962 tercapai kata sepakat antara kedua negara. Menarik diperhatikan bahwa negosiasi ini sesuai dengan pemikiran Prins Bernhard, sementara peran Amerika sesuai seperti bayangan yang diharapkan oleh Wim.


Ketika konflik Papua usai dan Soekarno sedang dalam masa kejatuhannya pada 1966, Wim kembali berkunjung ke Indonesia. Ia membuat film dokumenter tentang keadaan politik Indonesia pasca malapetaka PKI yang berisi wawancara antara lain dengan Soekarno, Hatta dan Soeharto.


Sebagai sahabat, Wim sering diundang sarapan oleh Soekarno. Disinilah ia dikerjai oleh Presiden Soekarno. "Minum pil itu, Wim, ini baik untukmu". Wim menolak dengan alasan ia tak sakit dan tak memerlukan pengobatan. "Minum pil itu!!" perintah Soekarno. Wim tak kuasa menolak. 'Baiklah, demi Belanda dan Ratu Juliana aku akan minum pil ini' pikir Wim ketika dipaksa sahabatnya itu. Soekarno tampak senang dan menikmati ketika Wim menyerah. Sore harinya ia jatuh sakit dan demam. Ketika ia menceritakan kronologis sakitnya kepada dokter kenalannya, dokter tersebut tertawa terbahak-bahak. "Wim, pil dari Soekarno itu adalah pil hormon, itulah yang membuatmu sakit" ujar dokter tersebut.


Pada tanggal 22 Oktober 1966 Wim bersama Pak Kelintji berkunjung ke Istana Bogor untuk menjenguk Soekarno dan Ibu Hartini. Ketika ia pulang dengan menggunakan Mercedes Benz milik KLM bersama Pak Kelintji, bayangan Soekarno dan Ibu Hartini melambaikan tangan dari bawah lampu sampai mereka benar-benar meninggalkan Istana merupakan kenangan tak terlupakan bagi Wim. Itulah saat-saat terakhir perjumpaan kedua sahabat tersebut.


4 tahun kemudian Wim mendengar kabar bahwa Soekarno sakit keras. Menteri Dalam Negeri Jenderal Amir Machmud menghubungi Dewi Soekarno. Dewi dan Karina diminta untuk datang ke Indonesia atas permohonan Soekarno. Dewi segera menelpon Wim dan mengajaknya terbang bersama dari Paris via Bangkok menuju Jakarta. Ketika transit di Bangkok itulah Wim dikabari Atase Militer RI di negara itu bahwa ijin masuknya ke Indonesia ditolak. Terpaksa ia tidak bisa mengunjungi saat terakhir Soekarno ketika masih hidup. Beberapa hari kemudian, sahabatnya meninggal pada 21 Juni 1970. 


Perilaku Wim yang selalu vokal terhadap Pemerintah Belanda ini membuat dirinya jatuh bangkrut. Di tahun 1992 ia terpaksa hidup dari tunjangan negara 1200 gulden per bulan dan tinggal di apartemen 1 kamar. Ia tak bisa bekerja dengan leluasa karena Pemerintah Belanda selalu menghalangi dan menghasut setiap pihak yang bekerjasama dengannya. 


Berkat hubungan Wim dengan Ratu Beatrix yang ternyata pernah belajar dengan guru yang sama ketika sekolah di Baarns Lycheum, miss Buringh Berkhoudt, ia berhasil mendapatkan dokumen rahasia tentang berbagai macam usaha pembunuhan karakternya oleh pemerintah Belanda. Wim akhirnya memutuskan untuk menuntut negara Belanda pada tahun 1992. 


Di tahun 1994 Perdana Menteri Ruud Lubbers menawarinya kompensasi sebesar 100.000 gulden. Wim menolak mentah-mentah tawaran tersebut. Kantor akuntan Arthur Andersen saat itu menghitung kerugian Wim secara materiil adalah 2.8 juta gulden, akibat ia tidak bisa bekerja dengan leluasa dibawah intimidasi pemerintah Belanda.


Perjuangan Wim melawan pemerintahnya membuahkan hasil di tahun 2000. Wim yang saat itu berusia 75 tahun, mendapat ganti rugi sebesar 8 juta gulden atau setara dengan 3.5 juta euro saat itu. Jumlah yang sangat besar menurut standar Belanda. Akhirnya nama baik Wim dipulihkan kembali, sejak reputasinya dirusak pemerintah Belanda akibat berteman akrab dengan Presiden Soekarno. Ia bisa mewujudkan keinginannya membeli penthouse di Amsterdam, serta sebuah grand piano 'Steinway' yang diidamkannya.


Kebahagiaan Wim tak bertahan lama. Ia menderita kanker.  Beliau memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan melakukan euthanasia. Willem Leonard Oltmans menyusul sang sahabat, Soekarno, 34 tahun kemudian di Amsterdam, 30 September 2004.


Note : kalau belum baca, part 1 ada disini ya ..


https://www.facebook.com/groups/indonesiatempodoeloe/permalink/10158953759008104/


📖

⁃ Mijn Vriend Soekarno. Willem Oltmans, 1995.

⁃ Mijn Vriendin Beatrix.  Willem Oltmans, 1999.

⁃ Ze zijn gek geworden in Den Haag ; Willem Oltmans en de kwestie Nieuw Guinea. Wouter Meijer, 2009.              

- Onafhankelijk persmuskiet : Willem Oltmans (1925-2004). Paul van der Steen, 2010, www.historischnieuwsblad.nl                 ⁃ Eigengereide Oltmans beroerde vele levens. Marjan Agerbeek, 2 Oktober 2004, www.trouw.nl


🎞 

- Wawancara Wim dengan Soeharto pada tanggal 25 Oktober 1966 di Djalan Tjendana 8. Fotografer : Loed Hentze

- Dewi Soekarno dengan Wim di Den Haag, 13 November 1973. Fotografer : Rob Mieremet, koleksi  : Anefo/ nationaal archief

Komentar

Postingan populer dari blog ini

GUSTI NOEROEL

TAUFAN SOEKARNOPUTRA

GUNTUR SOEKARNOPUTRA