ISTANA CIPANAS
HERITAGE BUILDING ⌛
ISTANA CIPANAS
Istana Cipanas adalah salah satu Istana Kepresidenan yang terletak di kaki Gunung Gede, Jawa Barat. Tepatnya lebih kurang 103 km dari Jakarta ke arah Bandung melalui Puncak. Istana ini terletak di Desa Cipanas, kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Luas areal kompleks istana ini lebih kurang 26 hektar, dengan luas bangunan sekitar 7.760 meter persegi.
Istana Cipanas merupakan tempat peristirahatan dan persinggahan. Udaranya bersih, sejuk, dan segar. Halamannya terbagi dalam dua areal, yakni areal taman istana dan areal hutan istana. Di dalamnya berdiri pula sebuah rumah kebun mungil, tempat untuk merancang taman istana.
Areal hutan istana ditumbuhi pepohonan tinggi dengan tatanan tanaman keras yang rindang. Dedaunannya yang rimbun menghijau menyegarkan hawa dan menebar rasa nyaman. Kigelia aethiopica Decne in Delles, salah satu pohon dari keluarga Bignoniaceae dan pohon kayu manis, tumbuh hampir di setiap sudut halaman istana. Hingga tahun 2001, areal hutan Istana Cipanas memiliki koleksi tanaman sebanyak 1.334 spesimen, 171 spesies, 132 marga, serta 61 suku.
Istana Kepresidenan Cipanas awalnya adalah sebuah bangunan yang didirikan pada tahun 1740 oleh seorang tuan tanah Belanda, bernama Van Heots. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, tepatnya pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal G.W. Baron van Imhoff (1743), karena daya tarik sumber air panasnya, maka dibangunlah sebuah gedung kesehatan di sekitar sumber air panas tersebut. Udara pengunungan yang sejuk dengan pemandangan alamnya yang indah, menjadikan bangunan tersebut sebagai tempat peristirahatan para Gubernur Jenderal Belanda.
Sejak berdiri tahun 1740 hingga saat ini, Istana Cipanas telah mengalami pembaharuan secara bertahap. Pada tahun 1916, pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, tiga buah bangunan didirikan di dalam kompleks istana ini. Kini ketiganya dikenal dengan nama Pavilion Yudistira, Pavilion Bima, dan Pavilion Arjuna.
Pada tahun 1954, pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, didirikanlah sebuah bangunan tambahan yang sangat mungil yang terletak di belakang Gedung Induk. Bangunan baru ini sangat secara fisik dan gaya arsitekturnya sangat berbeda dengan gedung-gedung tambahan lainnya yang sudah ada sebelumnya. Dinding luar dan lantai bangunan ini berhiaskan batu alam yang menonjol mirip dengan kulit yang bentol karena bekas gigitan nyamuk. Oleh karena dinding luar dan lantainya yang bentol seperti bekas gigitan nyamuk maka bangunan ini dinamakan dengan Gedung Bentol. (Bentol dari bahasa Sunda; padanannya dalam bahasa Indonesia bentol juga, seperti bekas gigitan nyamuk).
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto sekitar tahun 1983, didirikanlah dua buah Pavilion tambahan, yaitu Pavilion Nakula dan Pavilion Sadewa. Selanjutnya, pada tahun 2003, pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, terjadi renovasi dan penambahan fasilitas baru pada istana termasuk pada Pavilion Abimanyu. Fasilitas tambahan baru yang dibuat pada saat itu antara lain adalah adanya pembuatan sebuah kolam air mancur mungil di halaman depan istana, berikut tiang bendera serta bangunan kolam renang air panas maupun air dingin dan juga sebuah kolam pemancingan.
Gaya arsitektur Istana Kepresidenan Cipanas berbeda dari istana-istana kepresidenan yang lainnya; istana ini tidak terkesan megah, tetapi anggun karena bangunannya bercirikan khas gaya tradisional; sebagian besar bangunan terbuat dari papan dan kayu. Tampak adanya upaya pelestarian kekhasan bangunan ini karena pemugaran atau renovasi yang dilakukan tidak merubah gaya arsitektur istana tersebut.
Sejak awal didirikan pada masa pemerintahan Belanda, Istana Kepresidenan Cipanas, sudah difungsikan sebagai tempat peristirahatan dan persinggahan. Pada masa pemerintahan Van Imhoff, Istana Kepresidenan Cipanas sempat beralih fungsi sebagai tempat pengobatan karena memiliki sumber air panas berbelerang yang dianggap mampu mengobati beberapa penyakit kulit dan udara pegunungan yang sangat sejuk dan bersih yang bagus untuk pernafasan.
Komisaris Jenderal Leonard Pieter Josef du Bus de Gisignies, tercatat sebagai Jenderal yang sangat senang mandi di air belerang. Demikian pula halnya dengan Carel Sirardus Willem Graaf van Hogendorp, Sekretarisnya (1840-1841).
Pada masa pemerintahan Herman Willem Daendeles (1808-1811) dan Thomas Stanford Raffles (1811-1816) terdapat beberapa ratus orang di tempat tersebut; sebagian besar bekerja di kebun apel dan kebun bunga serta di penggilingan padi, di samping ada yang mengurusi sapi, biri-biri, dan kuda.
Istana Kepresidenan Cipanas pernah difungsikan sebagai tempat tinggal keluarga oleh beberapa Gubernur Jenderal Belanda. Beberapa diantaranya yang pernah menghuni bangunan itu adalah keluarga Andrias Cornelis de Graff (1926-1931), Bonifacius Cornelis de Jonge (1931), dan yang terakhir bersamaan dengan datangnya masa pendudukan Jepang (1942) adalah Tjarda van Starekenborg Stachouwer.
Pada masa pendudukan Jepang gedung ini dikembalikan pada fungsinya semula sebagai tempat persinggahan semata. Pembesar-pembesar Jepang yang melakukan perjalanan dari Jakarta ke Bandung, atau sebaliknya, dari Bandung ke Jakarta, singgah dan beristirahat di gedung tersebut untuk menikmati sejuknya alam pegunungan, indahnya taman, serta hangatnya air pemandian.
Setelah kemerdekaan Indonesia, secara resmi gedung tersebut ditetapkan sebagai salah satu Istana Kepresidenan Republik Indonesia dan fungsinya tetap digunakan sebagai tempat peristirahatan Presiden atau Wakil Presiden Republik Indonesia beserta keluarganya. Di Istana Cipanas inilah, tepatnya di Gedung Induk, Presiden Soekarno melakukan akad nikah dengan Ibu Hartini pada tahun 1953.
Pada tanggal 27 Februari hingga 2 Maret 1960, Kamerad Nikita Kurshchev melakukan kunjungan ke Indonesia dan ke Istana Cipanas, sebagai bentuk dukungan Soviet kepada Indonesia yang saat itu tengah berkonfrontasi dengan Belanda atas wilayah Irian Barat. Di sisi lain, Kurshchev juga berkepentingan ingin merangkul Presiden Soekarno sebagai strategi untuk memenangkan Perang Dingin.
Istana Cipanas juga mencatat peristiwa penting dalam sejarah perekonomian Indonesia. Pada tanggal 13 Desember 1965, Ruang Makan di Gedung Induk, pernah difungsikan sebagai tempat kabinet bersidang dalam rangka penetapan perubahan nilai uang dari Rp1.000,00 menjadi Rp1,00, sewaktu jabatan Menteri Keuangan Republik Indonesia dipegang oleh Frans Seda.
Pada tahun 1971, Ratu Yuliana sempat meluangkan waktunya untuk singgah di istana ini ketika berkunjung ke Indonesia. Bagi para Kepala Negara Indonesia, berikut keluarganya, mulai dari Presiden Soekarno hingga Presiden Megawati Soekarnoputri. Istana Kepresidenan Cipanas dijadikan sebagai tempat persinggahan dan peristirahatan.
Bagian Bangunan Istana Cipanas
Istana Kepresidenan Cipanas terdiri dari sebuah bangunan induk, enam buah Pavilion, sebuah gedung khusus, dan dua buah bangunan yang lain, yaitu bangunan untuk penampungan sumber air panas dan sebuah masjid. Berikut rincian dari bagian-bagian yang ada di lingkungan Istana Kepresidenan Cipanas:
GEDUNG INDUK
Bangunan induk yang secara resmi disebut Gedung Induk Istana Kepresidenan Cipanas berdiri di atas areal seluas 982 meter persegi. Sesuai dengan namanya, gedung ini merupakan gedung yang paling besar jika dibandingkan dengan gedung-gedung lainnya yang ada di kompleks istana ini.
Gedung Induk merupakan gedung peristirahatan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya. Corak arsitektur gedung ini sangat tradisional, serambi depan gedung ini tampak tinggi, untuk mencapainya diantar oleh sebelas anak tangga. Dua dinding samping serambi ini tetap ditutup dengan kaca yang berbingkaikan timah. Sejak didirikannya, perubahan besar secara fisik hampir tidak terjadi pada gedung ini.
Gedung Induk Istana Kepresidenan Cipanas, sesuai dengan fungsinya, terdiri dari ruang tamu, ruang tidur, ruang kerja, ruang rias, ruang makan, dan serambi belakang. Secara khusus, ruang tamunya berupa bangunan panggung yang berlantaikan kayu. Salah satu dinding lorong utama Gedung Induk dipajangi oleh sebuah lukisan karya Soejono D.S., yang dibuat pada tahun 1958. Lukisan ini berjudul Jalan Menuju Kaliurang, namun lebih dikenal dengan sebutan Jalan Seribu Pandang. Nama tersebut diabadikan kepada lukisan itu karena keistimewaannya sendiri, yaitu bahwa dari arah mana pun lukisan itu dipandang, jalan dalam lukisan itu selalu berubah-ubah, menjadi searah dengan pandangan mata pemandang.
Seluruh ruang dalam Gedung Induk, terdapat permadani yang menghampar, segala perabotan yang mengisi, serta semua lukisan yang tergantung di dindingnya didominasi oleh warna kecoklatan, kekuningemasan, serta kegading-gadingan; semua itu menjadi begitu kharismatik. Namun, di sebuah serambi gedung ini, tepatnya Serambi Belakang Gedung Induk, suasana mulai berganti. Lukisan tentang ramahnya senyuman seorang jelita berkebaya karya M. Thamdjidin (1965) dan kursi rotan produk dalam negeri menghiasi serambi ini.
PAVILION ISTANA
Sekalipun dibangun secara bertahap, enam buah Pavilion istana akhirnya berdiri di sekitar Gedung Induk, tepatnya di halaman belakang gedung ini. Keenam buah Pavilion itu diberi nama Pavilion Yudistira, Pavilion Bima, Pavilion Arjuna, Pavilion Nakula, Pavilion Sadewa, dan Pavilion Abimanyu. Di samping itu, terdapat dua bangunan lainnya yang diberi nama Pavilion Tumaritis I dan Pavilion Tumaritis II, yang lokasinya agak terpisah dari sekitar Gedung Induk dan keenam Pavilion itu.
Dalam setiap Pavilion terdapat ruang tamu, ruang tidur, ruang rias, dan ruang makan. Dinding-dindingnya berhiaskan aneka lukisan yang indah buah karya pelukis dalam dan luar negeri. Sesuai dengan lingkungan alamnya, lukisan di keenam Pavilion ini cenderung bertemakan pemandangan alam, pegunungan, pepohonan, atau wanita jelita.
GEDUNG BENTOL
Gedung Bentol yang merupakan karya dua arsitek, R.M. Soedarsono dan F. Silaban, terletak di belakang Gedung Induk. Ukuran bangunannya jauh lebih kecil daripada Gedung Induk dan keenam Pavilion lainnya. Namun, gedung ini berdiri lebih tinggi daripada bangunan-bangunan yang lain, termasuk Gedung Induk. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa gedung ini memang berada di lereng gunung.
Gedung Bentol, dahulu sering digunakan oleh Presiden Soekarno, sebagai tempat mencari inspirasi dalam menuliskan pidato-pidatonya. Di dalam Gedung Bentol terdapat sebuah meja dan kursi kerja yang menghadap ke jendela kaca.
Sejalan dengan fungsinya, Gedung Bentol tidak banyak memiliki ruang sehingga tidak banyak pula menuntut perabot. Di ruang depan gedung ini tampak sebuah meja kerja berikut kursinya. Meja kerja itu menghadap dekat ke jendela kaca sehingga tampak pemandangan yang sangat indah di luar gedung ini. Gunung Gede seakan melatari gedung ini.
BANGUNAN PENUNJANG
Di bagian belakang Gedung Induk, masih terdapat beberapa bangunan. Namun, yang paling besar peranannya terhadap keberadaan Istana Kepresidenan Cipanas adalah sumber mata air panas yang mengandung mineral. Oleh karena itu, untuk menampung limpahan air dari sumber alam tersebut didirikan dua buah bangunan pemandian: bangunan yang satu dikhususkan untuk mandi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya; bangunan yang satu lagi lebih besar daripada yang pertama; disediakan untuk rombongan yang menyertai Presiden atau Wakil Presiden.
Tidak jauh dari Bangunan Pemandian, tampak sebuah danau terbuka yang berdiri di atas kolam pemancingan ikan. Selain itu, di sebelah kiri halaman belakang Gedung Induk juga terdapat sebuah bangunan masjid yang bernama Masjid Baiturrahim serta beberapa rangkaian bangunan kecil lainnya sebagai ruang perkantoran istana ini. Di samping itu, di sisi sebelah kiri Gedung Induk tampak Rumah Kebun, yang digunakan sebagai tempat pembibitan dan perancangan taman bunga dan taman hutan istana.
Komentar
Posting Komentar