TIEN SOEHARTO

TIEN SOEHARTO 🌷

ISTRI PRESIDEN RI. II SOEHARTO

Ibu Tien Soeharto memiliki nama lengkap Raden Ayu Siti Hartinah, lahir di Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah pada tanggal 23 Agustus 1923 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 28 April 1996 dalam usia 72 tahun. Siti Hartinah adalah istri Presiden Indonesia kedua, Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto.

Siti Hartinah merupakan anak kedua pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo. Ia merupakan canggah Mangkunagara III dari garis ibu. Tien menikah dengan Soeharto pada tanggal 26 Desember 1947 di Surakarta.

Ibu Tien Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia tak lama setelah beliau wafat.

Masa kecil beliau hidupnya berpindah-pindah mengikuti penempatan tugas ayahnya sebagai pamong praja, mulai dari Klaten ke Jumapolo, lalu ke Matesih, Solo, dan Kerjo. Ia juga sempat diadopsi oleh teman bapaknya, Abdul Rachman, tetapi karena sakit-sakitan kemudian dikembalikan ke keluarga asal.

Terkait pendidikan, Siti Hartinah hanya mengikuti Sekolah Dasar Dua Tahun (Ongko Loro), tetapi sebenarnya masih mengikuti HIS Siswo hingga tahun 1933. Sambil sekolah, ia ikut les membatik dan mengetik. Saat tentara Jepang datang, ia ikut serta dalam Barisan Pemuda Putri di bawah Fujinkai. 

Setelah kemerdekaan, Barisan Pemuda Putri ini berubah nama menjadi Laskar Putri Indonesia, di mana ia menjadi salah satu pelopornya. Ia juga ikut serta membantu perang kemerdekaan di dapur umum dan palang merah, yang kemudian menjadi alasan pengangkatannya sebagai pahlawan nasional pada tahun 1996.

Soeharto adalah pribadi yang sangat mempercayai keyakinan diri dan nasehat dari keluarganya terutama dari Siti Hartinah, istrinya yang sangat menentukan dalam beberapa keputusan penting dalam hidup Soeharto. Pada tahun 1950-an Soeharto pernah mengalami rasa putus asa dan kebimbangan antara untuk terus menjadi tentara atau tidak ketika ada yang memfitnah dirinya. Saat itu Soeharto nyaris berhenti dari dunia militer dan memutuskan ingin beralih profesi menjadi seorang petani atau sopir taksi. Maka Siti Hartinah memberikan nasehat untuknya,

“Saya dulu diambil istri oleh seorang prajurit dan bukan oleh supir taksi. Seorang prajurit harus dapat mengatasi setiap persoalan dengan kepala dingin walaupun hatinya panas".

Siti Hartinah juga berperan dalam adanya pelarangan poligami bagi setiap pejabat di Indonesia. Beliau juga merupakan penggerak Kongres Wanita Indonesia yang mendesak perlunya peraturan larangan berpoligami yang akhirnya terwujud dalam sebuah Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 yang secara tegas melarang PNS untuk berpoligami dan juga UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Soeharto sendiri menegaskan kesetiaan kepada istrinya

"Hanya ada satu Nyonya Soeharto dan tidak ada lagi yang lainnya. Jika ada, akan timbul pemberontakan yang terbuka di dalam rumah tangga Soeharto."

Siti Hartinah juga mempengaruhi rencana suksesi Soeharto pada akhir tahun 1990-an, dimana beliau pada saat itu telah menyarankan kepada para petinggi Golkar agar tidak lagi mencalonkan suaminya sebagai presiden untuk periode berikutnya. Walaupun saran ini akhirnya terlambat dilakukan karena Siti Hartinah meninggal pada tahun 1996 dan membuat Soeharto kembali dicalonkan sebagai kepala negara atau presiden kembali.

Banyak peninggalan dan gagasan beliau yang masih bisa kita saksikan sampai sekarang seperti adanya Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah, Taman Buah Mekarsari , Perpustakaan Nasional, RSAB Harapan Kita , Museum dan masih banyak lagi.

Siti Hartinah meninggal dunia karena serangan jantung pada hari Minggu, 28 April 1996, pukul 05.10 WIB di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Siti Hartinah kemudian dimakamkan di Astana Giri Bangun, Karang Anyar, Jawa Tengah, pada tanggal 29 April 1996 sekitar pukul 14.30 WIB. Soeharto sangat merasa terpukul atas kepergian istri tercinta yang telah mendampinginya selama 49 tahun baik dalam suka dan duka untuk selama-lamanya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRABOWO SUBIANTO

TAUFAN SOEKARNOPUTRA