BATAVIASCHE KUNSTKRING

BATAVIASCHE KUNSTKRING

Tugu Kunstkring Paleis

Tugu Kunstkring Paleis adalah salah satu gedung peninggalan Belanda yang terletak di Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Nama aslinya ialah Bataviasche Kunstkring (Lingkaran Seni Batavia).

Bangunan bergaya Indische Style yang telah berusia lebih dari satu abad ini didirikan pada tahun 1913 dan selesai pada tahun 1914. Dibangun oleh arsitek Belanda bernama Pieter Adriaan Jacobus Moojen dari perusahaan NV. Bouwploeg, biro arsitektur dan pengembang properti pertama di Jakarta yang kini gedungnya telah beralih fungsi menjadi Masjid Cut Meutia sejak tahun 1987. NV. Bouwploeg kemudian dilafalkan penduduk lokal sebagai Boplo. Sebab mereka merasa kesulitan untuk mengucapkan nama Belanda tersebut dengan benar.

Seiring berjalannya waktu, Bataviasche Kunstkring mengalami transformasi fungsi berkali-kali. Berawal dari galeri seni yang memamerkan karya pelukis besar seperti Van Gogh, Gauguin, Chagall, dan Picasso tahun 1939-1942. Lalu menjadi Majelis Islam A’la Indonesia tahun 1942-1945 dan Kantor Imigrasi Jakarta Pusat tahun 1950-1997.

Bahkan sempat terbengkalai selama satu dekade sebelum menjadi Buddha Bar, yang sempat menuai kontroversi pada tahun 2007. Hingga akhirnya Tugu Hotels & Restaurant Group mengambil alih. Mereka mengembalikannya menjadi galeri seni dan restoran berkonsep fine dining seperti dahulu kala.

Tempat ini pun menawarkan kuliner Indonesia, oriental dan western. Kemudian mengganti namanya menjadi Tugu Kunstkring Paleis sejak tahun 2013. Interior ruangannya terlihat mewah bak istana. Penuh barang-barang antik tak ternilai harganya, diantaranya berasal dari warisan keluarga konglomerat gula di masa silam, Oei Tiong Ham.

Di ruang utama yang dinamakan The Pangeran Diponegoro Room, terdapat peninggalan dari Pura Mangkunegaran berupa gerbang emas. Ada juga lukisan “The Fall of Java”, lukisan sepanjang 9 meter bertema penangkapan Pangeran Diponegoro karya sang pemilik restoran, Anhar Setjadibrata, yang terinspirasi dari lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro” karya Raden Saleh.

Begitu pula Suzie Wong Bar yang kental dengan unsur orientalnya. Terinspirasi dari film Suzie Wong yang pernah diputar pada tahun 1960an pada sebuah theater di Menteng. Bar ini dihiasi 2 poster asli film tersebut, becak Hong Kong, dan beberapa lampion di langit-langitnya.

Setiap ruangan memiliki nama yang terinspirasi dari tokoh-tokoh besar dalam sejarah Ibu Pertiwi (Multatuli Room, Soekarno 1950 Room dan Raden Saleh Room), film klasik populer (Darna Room), dewa Yunani (Hercules Room), menu andalan (Colonial Rijsttafel Room) dan nama grup kuliner itu sendiri (Tugu Menara Room).

Ruang VIP yang sangat berkesan adalah Soekarno 1950 Room, di mana terdapat memorabilia Presiden Soekarno. Di antaranya lukisan penari Bali dengan kehadiran beliau, guntingan berita pemakaman Soekarno, serta koleksi keris yang tertata apik. Tempat ini punya okupansinya maksimal 25 orang.

Lukisan-lukisan Raden Saleh yang termasyur pun menghiasi Raden Saleh Room yang letaknya bersebelahan dengan Soekarno 1950 Room. Darna Room, ruang VIP lain yang didedikasikan untuk film roman klasik berjudul Darna yang sempat populer di tahun 1940an, sekaligus salah satu film favorit sang pemilik restoran, juga tidak kalah indahnya dengan lukisan poster filmnya.

Seluruh ruangan VIP dapat diakses dengan tangga atau lift. Lampu dan AC hanya dinyalakan bila ruangan sedang dipakai. Demi efisiensi pemakaian listrik dan melindungi lukisan-lukisan dari kepudaran akibat paparan sinar lampu berlebih. 

Ketika menuruni atau menaiki tangga, jangan lupa perhatikan dinding-dinding merah yang dihiasi dengan foto-foto asli Tugu Kuntstkring Paleis dari tahun ke tahun. Dekorasinya bergaya etnik dengan payung-payung ala Bali.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAUFAN SOEKARNOPUTRA

PRABOWO SUBIANTO

GUSTI NOEROEL